Monday 28 December 2015

Aku harus mencintaimu

By: aminuddin

     Siang ini udara terasa panas. Sinar matahari menembus bumi tanpa ada awan yang menghalangi. Ingin rasanya teleportasi ke kutub utara dan meneguk air es sepuasnya. Hahaha, itu hanya imajinasi efek dari pemanasan global.

Kata Einstein, "Imajinasi lebih hebat dari pengetahuan." Kok bisa?
    
       Gini penjelasannya (ehem), "Dengan logika kita bisa berpindah dari titik A menuju titik B. Tapi dengan imajinasi kita bisa menuju ke SEGALA arah dalam waktu yang bersamaan. Paham?" Hahaha, tak perlu di perpanjang, yang penting sekarang aku mau mencari obat dahaga, Kantin... ide bagus. Tapi bukan kantinnya, si mbak penjaga kantinnya, hahaha. Bercanda mas mbak,,, pastinya adalah es yang di jual, "Cleguk, cleguk,"  ah puas rasanya, dua gelas kutengguk habis sampai tetes terakhir. Maklumlah, tenggorokan bagai padang pasir yang kering dan kebakaran, hahaha. Imaji lagi.

       Oh ya, namaku Ivan, bukan Ifan Bachdim lo ya,, yang ganteng dan pandai bermain bola. Bukan juga Ivan Gunawan yang ahli merancang busana, hahaha. Sekali lagi bukan, jelasnya adalah Khanivan Muslima. Jangan ditambahi wamaa ana minal muslimin lo, kepanjangan, bagus sih.

     Hari ini adalah hari kelulusanku. Di bulan Juli ini, semua anak kelas XII bersuka ria, bersyukur atas kelulusan ini, termasuk aku. Acara wisuda selesai tepat jam 12.30 wib. Semua murid besertaan walinya berhamburan pulang. Tapi aku minta ijin pada orang tuaku dengan dalih menanti teman, hahaha. Teman sekelas dan teman hatiku, tentunya sudah bisa di tebak cewek atau cowok. Yah, dia adalah sosok yang aku kagumi dipandang dari segala sudut. Cantik oke, smart oke, ditambah lagi anaknya sopan dan kalem tapi tegas dan murah senyum. Pokoknya komplit lah, segala keindahan di tumpahkan kepadanya. Menurutku...

Lia namanya, Lia Rahma. Keren kan?! Iya, meskipun kalian tidak mengiyakan tetep saja kubilang keren,, hohoho bukan pemaksaan.

     Jujur, sebelumnya aku sudah pernah nembak cewek dua kali. Apa hasilnya? Semua menolak dengan alasan masing-masing. Huhu, ngenes :(

Yang pertama bilang, "Maaf Van, aku sudah punya gandengan." Duarrr, hatiku kacau dan lemas seketika. "Tanganmu kan ada dua, kenapa aku nggak di gandeng sekalian?." Ku coba menghibur diri dengan melontarkan pertanyaan konyol, dia hanya senyum. Kubalas meringis hihi,

Yang kedua bilang, "Van, aku baru aja putus sama pacarku. Kuharap kamu mengerti waktu yang tepat buat ungkapin itu sama seseorang." "Maaf ya Van." Itu yang dia bilang sambil berlalu pergi meninggalkanku. Ku raba wajahku, aku jadi gak yakin kalau aku ganteng. Jangan-jangan hanya perasaanku saja, atau karena sugesti dari orang tuaku yang bilang kalau  aku ganteng dewe. Kalau  itu sih jelas dan tak terbantahkan dengan dalil apapun karena kedua adikku cewek semua, haahahha. Mak...

      Dan kali ini ku yakin, haqqul yakin, kalo Lia bakal nerima perasaanku, amin. Ini tidak berlebihan dan pasti beralasan lo,

-pasal pertama,
Hubungan kami terasa dekat sekali, sedekat air dan mata atau air mata,haha,, dan lengket sekali selengket lem Alteco, cieeh,, huuu duoorr,

-pasal kedua,
Dia masih single, begitupun aku. Huwaah..

-pasal ketiga,
Dia mau dan setuju ketika ku ajak ketemuan hari ini, tepat di hari kelulusan kita. Bahkan ia sempat mengingatkanku agar tidak lupa tentang hal ini. "Kak, nanti jadi kan?" Masih terngiang di telingaku bisik cintamu, dut dut. Malah nyanyi dangdut, haha,, untuk anak yang lahir tahun 90-an pasti kenal dengan lagu yang dinyanyiin mbak Ike ini, hihi,,

Dia biasa memanggilku kakak, karena memang aku lebih tua dan harus di hormati (nggak sombong lo :D) nah,, begitu antusias kan?,,

Pasal selanjutnya adalah faslun finnikah. loh, kok malah ngaji, hehe,, jadi teringat ustadz Fauzi yang mengajar kitab kuning di madrasah kami.

Next

     Setelah menunggu sekitar 15 menitan, akhirnya yang di tunggu-tunggu muncul juga hidungnya. Subhanallah, itu baru hidungnya lo.

"Kak Ivan, udah nunggu lama ya? Maaf ya kak, tadi masih ngurusin raport." Sapanya sambil tersenyum ramah. Manis sekali, semanis es tebu.

"Em, nggak kok, baru 15 menit. Tambah lagi juga gak apa-apa." candaku. Lia hanya tersenyum mendengar jawabku, tetep manis tak berkurang sedikitpun.

     Perlu di garis bawahi ya. selain ku kagumi, dia juga sangat ku hormati. Ada hal yang berbeda pada dirinya dan ini yang membuatku yakin dialah yang terbaik. Dan kali ini aku akan lebih serius dari sebelumnya, ku harap hubungan ini nantinya akan selawas lawase, doanya ya,,

"Orang tua kamu sudah pulang?" Tanyaku.

"Sudah kak, tadi aku sudah pamit untuk pulang agak terlambat dan beliau mengiyakan." Jawabnya dengan senyuman.

"Alhamdulillah." Jawabku spontan.

"Eh kak, selamat ya, kakak meraih peringkat satu lagi." Selanya, mencairkan suasana.

"Oh iya dek, itu sudah langganan dari dulu." Jawabku sedikit bangga. Bercanda bos, aku emang suka bercanda. Bahkan dalam keadaan darurat pun aku berusaha tetap seperti itu. Bukannya munafik, hanya ingin menjaga perasaan sesama, bukan yang lain. Bukankah juga membuat hati orang lain senang adalah suatu pahalla? L-nya dobel biar mantab, haha,, itu yang diajarkan guru bangsa kita. Dan satu lagi, aku emang sedikit smart daripada yang lain. Ini gak ada unsur sombongnya lo,,. Cuma menirukan ucapan guru di madrasahku. Sumpah :)

Lia tertawa mendengar jawabanku. Dan itu artinya mission accomplished. Ting,,

"Lo lo lo,, kalian ngapain berduaan disitu? Pulang sana!!" Tiba-tiba suara pak Fauzi mengagetkan kami.

"Hehe,, nggeh pak, sekedap maleh, tasek enten bisnis." (iya pak, sebentar lagi, masih ada bisnis). Jawabku sekenanya. Sambil berlalu beliau mengacungkan kepalan tangannya. "Awas lo macem-macem!" Ancam beliau.

"Insyaallah, mboten pak," jawabku meyakinkan.

Beliau berbalik badan menghadap ke arah kami. "Ivan, Lia, kalian berdua hebat. Bapak bangga sama kalian."
"Lanjutkan!!!" Pungkas beliau bergaya ala presiden RI.

"Oke pak, insyaallah" jawab kami kompak.  Kali ini beliau benar-benar berlalu meninggalkan kami.

"Eh, jadi nggak???" Tanyaku pada Lia.

"Loh, kan kak Ivan yang ngajak, kok malah tanya hayo,,"

"Oh gitu ya," jawabku "let's go!"

      Kamipun meluncur ke rumah Lia dengan sepeda masing-masing. Sebenarnya sudah ku tawarkan padanya agar aku bonceng saja, tapi dianya nggak mau. malu dilihat orang katanya. Dan ketika ku ajak ketemu di tempat lain, diapun menolak dengan halus. "Di rumahku saja, nanti makan minumnya gratis tis," Ya apa boleh buat, manut yang penting berhasil, gumamku.

      Setelah sampai di rumah, ibu dan ayah Lia menyambut dengan ramah sekali. "O,, ini to yang namanya nak Ipan?" Tanya pak Herman yang tak lain adalah ayah Lia.

"Ivan pak, bukan Ipan." Protes Lia.

"Ya sama saja to nduk," pak Herman membela.

"Ya beda pak, kalo Ipan itu nama kampung, kalo Ivan sedikit berbau kota." Jelas Lia mantab. Kami pun tertawa bersama.

"Silahkan masuk nak Ivan!" Bu Herman mempersilahkan.

"Njeh bu" (iya bu,) jawabku.

      Singkat cerita, tinggallah Aku dan Lia di ruang tamu, pak Herman dan istrinya pamit keluar sebentar karena ada suatu urusan.
Kamipun ngobrol membahas kelanjutan study kami mendatang. Kuliah apa mondok, atau bahkan langsung menikah ha ha,. Setelah basa-basi akupun memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaanku pada Lia yang selama ini masih terpendam jauh, di lubuk hatiku. Masih terukir namamu. Tet,, Naff. huwalah, bukan kuis lo ya,,

"Lia,"

"Ya kak," jawabnya sambil menatapku, serius tapi santai. Jujur, hatiku berdebar kencang seperti genderang yang mau jebol, huft..

"Sebenarnya tujuanku adalah ingin mengatakan sesuatu kepada kamu dalam pertemuan ini." Jelasku.

Lia tersenyum, "Ada apa to kak,? bikin penasaran aja," tanyanya.

Aku memberanikan diri membuka mulutnya, "aku ingin hubungan kita bukan sekedar teman, tapi lebih dari itu."

"Maksud kak Ivan apa to?" Tanya Lia penasaran.

      Dag dig dug, dag dig dug.. Jantungku berdebar semakin kencang. "Aku mencintaimu Lia." Kataku. Ku kumpulkan energi yang ada untuk mengatakan kalimat ini. Ibarat serial dragon ball, aku butuh bertransformasi menjadi super saiya jin untuk dapat mengatakannya. Lebay?? Memang cinta itu penuh dengan kelebaian. Ha ha, don't forget it!!

Mendengar ucapanku, Lia seakan kaget dan berkata, "Ah, kak Ivan ada-ada aja,"

"Benar Lia," kataku meyakinkan. "Aku serius." Ku tatap matanya, kali ini aku gak akan bergurau dulu.

Lia terdiam sejenak. Aku tau hal ini gak bisa di jawab seketika. Ku biarkan dia dalam diamnya. Ku harap kata setuju lah yang keluar dari bibirnya atau semacamnya. Amiin,, doaku.
Ehm. Lia membetulkan posisi duduknya dan menghela nafas panjang, pertanda dia akan segera menjawab.

"Kak, saya senang sekali bisa bertemu dan kenal sama kakak. Selain baik, kak Ivan juga juara kelas." Lia memulai jawabannya.
Tepat sekali, batinku. Ha ha,

"Kak Ivan adalah orang yang paling saya hormati daripada anak-anak yang lain. Kak Ivan selalu ada untuk Lia di saat Lia membutuhkan." Tuh kan, nggak sombong rek,,

"Tapi,," Lia menghentikan ucapannya dan menundukkan kepala.

"Tapi apa Lia?" Tanyaku penasaran, sangat.

"Untuk masalah ini," lanjutnya. "Lia belum bisa kak."

      Dyeerrr,, bagaikan di sambar petir di siang hari, bagaikan layang-layang yang terbang tinggi, tiba-tiba putus dari benangnya, bagaikan yang cerah tanpa disangka turun hujan. Ku rasa syair inilah yang tepat dan pas untuk menggambarkan perasaanku, suasana hatiku. Penantianku selama ini ternyata sia-sia belaka. Aku berusaha tetap tegar dan tak boleh terlihat cengeng di hadapan Lia walau batinku menangis. Hiks,, hiks,,,

To be continued,, :D

No comments:

Post a Comment